Sabtu, 08 Januari 2011

Rumah bentang

Rumah Betang (sebutan untuk rumah adat di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), merupakan rumah yang dihuni oleh masyarakat Dayak.
Rumah betang mempunyai ciri-ciri yaitu; bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya kearah matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari tumbuh dan pulang ke rumah di matahari padam.
Di Kalimantan Barat mulai dari Kota Pontianak dapat kita jumpai rumah adat Dayak. Salah satunya berada di jalan Letjen Sutoyo. Walaupun hanya sebuah Imitasi, tetapi rumah Betang ini, cukup aktif dalam menampung aktivitas kaum muda dan sanggar seni Dayak. kemudian jika kita ke Arah Kabupaten landak, maka kita akan menjumpai sebuah Rumah Betang Dayak di Kampung Sahapm Kec. Pahauman. Kemudian jika kita ke Kabupaten Sanggau, maka kita dapat melihat Rumah Betang di kampung Kopar Kecamatan Parindu, Kemudian selanjutnya jika kita ke kabupaten Sekadau, maka kita dapat melihat rumah betang di Kampung Sungai Antu Hulu, Kecamatan Belitang Hulu, Kemudian di kabupaten Sintang kita Dapat melihat rumah Betang di Desa Ensaid panjang, Kecamatan Kelam, Kemudian Di Kapuas Hulu, Kita juga dapat melihat Masih banyak rumah-rumah betang Dayak yang masih lestari

Bermuda triangle

Segitiga Bermuda (bahasa Inggris: Bermuda Triangle), kadang-kadang disebut juga Segitiga Setan adalah sebuah wilayah lautan di Samudra Atlantik seluas 1,5 juta mil2 atau 4 juta km2 yang membentuk garis segitiga antara Bermuda, wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di sebelah utara, Puerto Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan Miami, negara bagian Florida, Amerika Serikat sebagai titik di sebelah barat.
Segitiga bermuda sangat misterius. Sering ada isu paranormal di daerah tersebut yang menyatakan alasan dari peristiwa hilangnya kapal yang melintas. Ada pula yang mengatakan bahwa sudah menjadi gejala alam bahwa tidak boleh melintasi wilayah tersebut. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa itu semua akibat ulah makhluk luar angkasa

Peta dari Segitiga Bermuda

Go green with Nuclear

Go green with nuclear
03 Aug 2010 09:13:19
Sejak isu pemanasan global yang lebih dikenal dengan global warning ramai dibicarakan orang, baik ditingkat internasional maupun lokal, kepedulian akan lingkungan telah menjadi isu utama dalam kehidupan manusia. Gerakan peduli lingkungan menjadi gerakan dari tingkat nasional sampai tingkat RT/RW. Semboyan Go Green menjadi begitu popular dan bergerak secara serempak di hampir seluruh penjuru dunia.
Isu pemanasan global saat ini bukan sekedar isu, tetapi memang nyata dan dapat dilihat serta rasakan dari fenomena yang ada seperti perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, penurunan hasil panen pertanian dan perikanan, serta perubahan keanekaragaman hayati.
Praktek dari gerakan go green, termasuk mengurangi konsumsi karbon tiap orang per kapita (carbon footprint) atas berbagai sumber daya; baik yang tidak bisa diperbarui seperti; minyak bumi, gas dan mineral, dan sumber daya kritis seperti pohon, air, lahan marginal, bahan-bahan kimia pembuat polymer(plastik), dan turunannya.
Pada prinsipnya, Go Green bukan sekedar gerakan moral dalam membangun kesadaran terhadap lingkungan, tetapi lebih jauh merupakan gerakan taktis dan strategi guna mengantisipasi perubahan iklim di masa sekarang dan yang akan datang. Singkatnya, gerakan Ini tentang suatu era pembaruan pikiran dan perbuatan konkrit yang taktis untuk mengintegrasikan kehidupan. Karena itu tidak salah jika Go Green merupakan hadiah termahal yang dapat kita berikan pada anak cucu kita. Konsep Go Green atau kembali ke alam dengan memperhatikan kondisi lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan mengurangi ancaman pemanasan global.
Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hingga saat ini, pasokan energi nasional masih bergantung pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi, gas, dan batu bara. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, sumber energi fosil tersebut juga diekspor ke negara lain dan merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan devisa yang utama.
Namun dalam perkembangannya ke depan, keberlanjutan sektor energi dalam mendukung pembangunan nasional akan menghadapi berbagai kendala, terkait dengan ketidakseimbangan antara laju penyediaan energi dan laju kebutuhan energi dan ketergantungan pada sumber energi fosil yang masih tinggi sedangkan cadangan sumber energi alternatif (termasuk sumber energi terbarukan), belum banyak dikembangkan dan dimanfaatkan karena berbagai faktor dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung.
Penggunaan sumber energi fosil diproyeksikan akan masih terus meningkat karena upaya peningkatan rasio elektrifikasi (saat ini masih 54%), penanggulangan krisis pasokan listrik di berbagai wilayah di Indonesia, serta keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur yang terkait dengan penggunaan sumber energi alternatif dan sumber energi terbarukan. Dengan demikian, beban lingkungan akibat pembakaran bahan bakar fosil masih tetap akan berlanjut dan dalam kurun waktu dekat justru akan semakin meningkat. Beban lingkungan ini berupa peningkatan pemanasan global (global warming) akibat meningkatnya Gas Rumah Kaca (GRK)atau Green House Gases, (GHG)yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil, khususnya minyak, gas dan batubara.
Peningkatan beban lingkungan karena penggunaan bahan bakar fosil telah dicoba diantisipasi dan dikurangi dengan berbagai upaya antara lain melalui ”Blue Print Pengelolaan Energi Nasional” (Pepres No 5 Tahun 2006) yang dilengkapi dengan ”road map” untuk masing-masing sektor pemangku kepentingan maupun sektor pendukungnya.
Hal yang menggembirakan adalah bahwa Pemerintah melalui pernyataan Presiden RI pada Forum G-20 di Pittsburgh, USA tahun 2009 dan pada COP 15 di Copenhagen menyampaikan bahwa Indonesia bisa menurunkan emisi sebesar 26% dan bahkan bisa mencapai sebesar 41% dengan bantuan negara maju hingga tahun 2020. Hal ini diulangi lagi pada kunjungan Presiden ke Norwegia akhir bulan Mei 2010.
 
Nuklir Green Energy?
Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling besar bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir karena sebagian besar pembangkit di Indonesia yakni  89,5%  menggunakan bahan bakar fosil.Sebagai ilustrasi setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca sebesar 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg NOX.
 
 
Figure20
 
Gambar 1. Besarnya Emisi CO2 dari pembangkit listrik
Dari data diperoleh dari IAEA (International Atomic Energy Agency) bahwa polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling banyak bersumber pada pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil yakni batu bara, minyak bumi atau solar dan gas alam (gambar 1).  Sedangkan energi nuklir hanya menghasilkan 9 – 21 gram CO2/kWH. Studi ini berdasarkan dengan metode Life Cycle Analysis, suatu analisis yang menyeluruh dari hulu sampai hilir. Dari penambangan, transportasi, konstruksi pembangkit sampai operasi. Hal ini menunjukkan bahwa diantara pembangkit listrik, nuklir merupakan pembangkit yang bersih, sehingga nuklir digolongkan ke dalam energi hijau (green energy).
 
Potensi Pengurangan Karbon dari pemanfaatan energi nuklir
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menemukan pembangkit listrik yang memilliki kapasitas tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus tetap menjamin kelestarian lingkungan. Teknologi pembangkit yang dipakai untuk semua pembangkit tidak banyak berbeda, yang memberikan perbedaan adalah energi yang dipakai untuk pembangkitan.
Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja dengan prinsip elektromagnetik yakni perpotongan medan magnet akibat dari pergerakan kutub magnet (rotor) didalam kutub magnet tetap (stator) akan menghasilkan arus tegangan. Proses ini terjadi di generator listrik yakni mesin listrik yang mengkonversi energi mekanik atau gerak menjadi energi litrik. Untuk membangkitkan energi listrik, generator digerakakan oleh berbagai energi pada umumnya tiga glongan yakni energi pertama  energi fosil: minyak, batubara, dan gas alam, kedua  energi terbarukan, seperti: hidro, matahari/solar, angin, dan panas bumi serta energi nuklir.
Produksi listrik Indonesia pada tahun 2007 bersumber dari energi fosil   sebesar 80% terdiri dari batubara 52%, BBM 5%, gas 23%, hidro 9% dan panas bumi 9% dengan kapasitas listrik terpasang  sekitar 25.681 MWe yang terdiri dari 22.231 MWe atau 86,6 % diproduksi oleh PLN dan 3.450 MWe atau 13,4 % diproduksi oleh perusahaan listrik swasta.
Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan pembangkit listrik di Indonesia terhadap energi fosil cukup besar dan hal ini  telah memicu krisis ekonomi di Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi. Krisis ekologi dimungkinkan karena setiap penggunaan BBM akan menghasilkan emisi gas buang yang cukup signifikan.
Dengan demikian salah satu solusi untuk mengurangi penyebab krisis lingkungan hidup global adalah pembenahan di sektor kelistrikan melaui upaya pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan juga secara ekonomis memberikan keuntungan sehingga mudah dijangkau oleh kalangan ekonomi yang paling bawah.
Beberapa alternatif yang dapat ditawarkan yang dapat dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini adalah pengembangan penggunaan energi panas bumi dan penggunaan energi nuklir serta penggunaan peralatan penangkap karbon (Carbon Capture and Storage, CCS). Energi terbarukan lainnya untuk jangka pendek belum dapat dimanfaatkan secara maksimal berdasarkan pertimbangan efisiensi danekonomi. Kedua jenis energi ini, yaitu energi nuklir dan panas bumi memiliki keunggulan dibandingkan dengan energi fosil dari aspek lingkungan dan ekonomi.
Hasil studi Re-evaluasi CADES menunjukkan bahwa  emisi CO2 di Jamali dengan skenario dasar dan asumsi tanpa upaya penurunan emisi,meningkat sangat pesat dari 97 juta ton pada tahun 2005 menjadi 478 juta ton pada tahun 2025 dan meningkat sebesar 3.322 juta ton pada tahun 2050. Dengan melakukan upaya bauran energi sesuai Perpres Nomor 5 Tahun 2006 yaitu dengan penggunaan 4% energi nuklir, maka kemampuan untuk menekan emisi CO2 masih sangat kecil yaitu hanya sebesar 9,1%. Sedangkan hasil optimasi dengan menggunakan opsi nuklir secara masif yaitu 38 GWe pada tahun 2025 dan 226 GWe pada tahun 2050, akan dapat mengurangi emisi CO2 secara signifikan sebesar 36,6% pada tahun 2025 dan 56,6% pada tahun 2050 (Gambar 2).
Gambar 2. Perbandingan emisi CO2.

Reaktor daya

Reaktor Daya – Pembangkitan Energi Listrik
03 Aug 2010 11:35:33
16 % listrik dunia dihasilkan dari energi nuklir.
Sebuah reaktor nuklir mampu memproduksi sekaligus mengontrol proses pelepasan energi yang dihasilkan dari pembelahan atom uranium maupun plutonium yang berlangsung didalam teras reaktor. Pada reaktor daya, energi panas yang dilepaskan selama reaksi fisi berantai digunakan untuk menghasilkan uap. Uap ini kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin generator dan menghasilkan listrik (prinsip ini sama seperti pembangkit listrik lainnya, akan tetapi tanpa pembakaran bahan bakar fosil dan tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca).
Komponen-komponen yang ada didalam reaktor nuklir :
Bahan bakar. Umumnya berupa pelet-pelet bahan bakar uranium oksida (UO2) yang disusun dalam sebuah kelongsong membentuk batang elemen bahan bakar (fuel rods). Beberapa elemen bakar kemudian dirakit menjadi perangkat/bundel bahan bakar (fuel assembly). Bundel bahan bakar ini lah yang dimasukkan ke dalam reaktor nuklir. Susunan bundel bahan bakar membentuk struktur inti atau teras reaktor (reactor core)
Moderator. Komponen ini berfungsi untuk memperlambat neutron cepat (neutron berenergi ~ 2 MeV) hasil reaksi fisi menjadi neutron termal (neutron berenergi ~ 0,025 eV) melalui tumbukan-tumbukan, sehingga reaksi fisi dapat terus berlangsung. Moderator yang baik ialah bahan ringan atau unsur bermassa atom kecil, memiliki tampang lintang serapan neutron (kebolehjadian menyerap neuron) kecil, tampanglintang hamburan besar, daya hantar panas yang baik, serta tidak korosif. Bahan moderator yang digunakan umumnya adalah air (H2O), air berat (D2O) atau grafit.
Batang kendali (control rods). Komponen ini digunakan untuk mengendalikan laju populasi neutron di dalam teras reaktor, memadamkan reaktor atau menghentikan reaksi pembelahan. Batang kendali dibuat dari bahan yang memenuhi sifat : mempunyai tampang lintang serapan neutron yang besar dan tampang lintang hamburan yang kecil. Bahan yang dipergunakan umumnya cadmium, hafnium atau boron. Bahan tersebut dicampur dengan  bahan lain sehingga batang kendali tahan terhadap radiasi, titik lelehnya tinggi dan tidak korosif. Prinsip kerja batang kendali ialah dengan jalan memasukkan dan mengeluarkan batang kendali dari teras reaktor. Jika batang kendali dimasukkan ke dalam teras reaktor maka meutron diserap sehingga populasi neutron berkurang. Sebaliknya jika dikeluarkan maka populasi neutron akan bertambah. Penggunaan batang kendali ini berkaitan langsung dengan perubahan daya reaktor.
Pendingin (coolant). Komponen ini berfungsi mengambil panas yang timbul saat pembelahan inti atom di dalam elemen bakar. Panas yang diambil dipindahkan lewat perangkat penukar panas (heat exchanger) untuk membangkitkan daya listrik atau dibuang ke lingkungan. Bahan pendingin harus mempunyai koefien perpindahan panas yang baik, bukan penyerap neutron yang baik, penampang lintang hamburan yang besar, serta tidak korosif. Pendingin bisa juga berfungsi sebagai moderator. Contoh bahan yang digunakan sebagai pendingin adalah air (H2O), air berat (D2O), Na cair, gas CO2 dan gas helium.
Bejana bertekanan (Pressure vessel atau pressure tubes). Komponen ini berfungsi menampung fluida pendingin agar teras reaktor selalu terendam di dalamnya. Bejana atau tangki harus kuat dan tidak korosif. Bahan yang digunakan umumnya aluminium atau stainless steel.
Generator uap (steam generator). Merupakan bagian dari sistem pendingin, dimana panas dari reaktor digunakan untuk mendidihkan air sehingga dihasilkan uap panas untuk memutar turbin.
Pengungkung (containment). Berfungsi untuk melindungi teras reaktor dari gangguan di luar dan melindungi orang-orang di luar reaktor dari radiasi apabila terjadi kerusakan besar di dalamnya. Pengungkung di lengkapi dengan low venting system yang berfungsi untuk menjaga tekanan di masing-masing ruangan agar tetap negatif, sehigga tidak terjadi kontaminasi silang. Bahan yang digunakan umumnya adalah beton dan struktur baja.
Di beberapa tipe reaktor, proses penggantian bahan bakar dilakukan dengan memadamkan reaktor. Penggantian bahan bakar dilakukan setiap 1-2 tahun sekali, jumlah bundel bahan bakar yang diganti hanya meliputi seperempat hingga sepertiga bagian saja. Reaktor CANDU dan RBMK memiliki tabung bertekanan (bukan bejana bertekanan yang menutup teras reaktor) dan dapat terus beroperasi sementara penggantian bahan bakar dilakukan.
Jika moderator yang digunakan adalah air berat atau grafit, bahan bakar yang digunakan bisa menggunakan uranium alam dan tidak harus diperkaya. Uranium alam memiliki komposisi unsur yang sama seperti ketika ditambang (0,7% U-235 dan 99,2% U-238), melalui proses pengkayaan, proporsi isotop fisil (U-235) dapat ditingkatkan hingga 3,5 – 5 %. Reaktor yang menggunakan uranium diperkaya menggunakan moderator berupa air biasa, dan reaktornya disebut sebagai reaktor air ringan. Karena air ringan menyerap neutron selain memperlambatnya, moderator jenis ini kurang efisien bila dibandingkan moderator dari air berat atau grafit.
Hampir semua bahan bakar dibuat dalam bentuk keramik uranium oksida (UO2 dengan titik leleh 2800 oC) dan melalui proses pengkayaan. Pelet bahan bakar (biasanya berdiameter 1 cm dengan panjang 1,5 cm) diatur dalam kelongsong zirkonium (zircaloy) membentuk batang elemen bahan bakar. Zirkolium digunakan karena memiliki struktur keras, tahan korosi, serta mampu menahan produk fisi yang terlepas.  264 elemen bahan bakar selanjutnya dirakit menjadi bundel bahan bakar dalam struktur kisi terbuka dan dapat diangkat kedalam dan keluar dari teras reaktor. Tipe reaktor yang paling umum menggunakan bundel bahan bakar setinggi 3,5 – 4 meter.

Teknologi pengelolaan limbah

Limbah Radioakktif
03 Aug 2010 11:40:49
Pemanfaatan bahan radioaktif tidak hanya terbatas pada penggunaannya untuk pembangkitan listrik pada PLTN, bahan radioaktif juga banyak digunakan pada aktivitas industri maupun universitas atau lembaga penelitian. Sebagai contoh, teknik nuklir untuk industri digunakan sebagai perangkat kontrol (level, thickness, density control, dll.) pada industri kertas, pelat baja dan lain-lain atau pada bidang kedokteran dimana bahan radioaktif dipergunakan untuk mendiagnosis maupun terapi penyakit. Segala aktivitas tersebut tidak hanya memberikan manfaat bagi manusia, tetapi juga dapat menghasilkan limbah radioaktif.
Pengertian limbah radioaktif
Pengertian limbah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, adalah adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif mempunyai potensi bahaya radiasi baik bagi manusia maupun lingkungan hidup. Karena itu limbah radioaktif harus dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak radiologis bagi pekerja, masyarakat maupun lingkungan.
Sumber limbah radioaktif
Limbah radioaktif dihasilkan dari segala aktivitas yang memanfaatkan bahan radioaktif, baik dari seluruh tahapan dalam pengoperasian reaktor nuklir, produksi dan penggunaan radioisotop (bahan radioaktif) dalam bidang kesehatan, industri dan penelitian.
Rumah Sakit
Di bidang kedokteran sumber radioaktif terutama digunakan untuk keperluan diagnosa dan terapi penyakit. Beberapa radioisotop yang sering digunakan untuk keperluan diagnosa antara lain 99Tc, 125I, 153Gd, dan 241Am, sedangkan radioisotop yang digunakan untuk terapi antara lain 60Co, 90Sr, 137Cs dan 192Ir. Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka (unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.
Sumber bekas teleterapi dari rumah sakit
Industri
Pemanfaatan bahan radioaktif dalam bidang industri sangat beragam tergantung dari tujuan penggunaannya, misalnya untuk pembangkitan energi (PLTN), pengujian kualitas pengelasan, pengujian ketebalan bahan, sebagai alat kontrol, pengujian homogenitas suatu campuran (perunut), penentuan kandungan mineral atau minyak bumi dalam industri pertambangan dan lain-lain.
Sesuai dengan tujuan penggunaan tersebut maka jenis radionuklida yang digunakan bervariasi sebagai pemancar alpha (α), beta (β), gamma (γ) dan netron dengan aktivitas yang beragam. Beberapa radionuklida yang sering digunakan dalam bidang industri adalah  60Co, 85Kr, 137Cs, 192Ir, 241Am, 90Sr dan 241Am-Be. Limbah radioaktif dari penggunaan sumber radiasi di industri merupakan sumber bekas (spent source) yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah yang dihasilkan dari PLTN adalah limbah aktivitas rendah, sedang dan bahan bakar nuklir bekas.
Sumber bekas dari industri
Sumber bekas dari industri

Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
Selain dari penggunaan radioisotop di rumah sakit dan industri, kegiatan litbang nuklir oleh lembaga penelitian dan pengembangan juga menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut dihasilkan dari pengoperasian (aktivitas) beberapa fasilitas nuklir yang umumnya dimiliki lembaga litbang nuklir. Fasilitas tersebut dapat berupa reaktor riset, instalasi produksi radioisotop, instalasi pengelolaan limbah radioaktif serta laboratorium penunjang lainnya,
Selain penggunaan sumber radioaktif dilembaga litbang nuklir, lembaga penelitian lainnya, seperti universitas juga menghasilkan limbah radioaktif.  Aktivitas yang mungkin di lakukan adalah misalnya penggunaan radioisotop untuk keperluan pemantauan untuk mengetahui sistem metabolisme atau mekanisme perpindahan (pathways) suatu unsur/mineral di lingkungan, atau penelitian untuk mengetahui optimalisasi penyerapan pupuk oleh tanaman, efisiensi penggunaan pestisida dan lain-lain.
Limbah radioaktif padat dari kegiatan litbang
Limbah radioaktif padat dari kegiatan litbang

Klasifikasi Limbah Radioaktif
Undang-Undang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran mengklasifikasikan limbah radiokaktif menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
  1. Limbah Tingkat Rendah (Low Level Waste-LLW)
  2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate Level Waste - ILW); dan
  3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level Waste - HLW)
Sedangkan menurut PP No. 27 tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif limbah aktivitas rendah, sedang dan tinggi di jelaskan sebagai berikut:
1.   Limbah Aktivitas Rendah  
Yaitu limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
2.   Limbah  Aktivitas Sedang
Limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
3.   Limbah  Aktivitas Tinggi
Limbah radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir